Search This Blog

Wednesday, April 21, 2010

Gereja Palasari (Gereja Hati Kudus Yesus Palasari)

Gereja Palasari



Trip date : February, 28th 2010


Jika anda pernah berkendaraan darat (mobil, bis, dst) dari Gilimanuk ke Denpasar, sekitar 20 km dari Gilimanuk anda akan menjumpai tanda penunjuk arah : Gua Maria Palasari.

Tanda ini cukup besar dan cukup mudah terlihat, belokannya cukup besar dan tentunya tulisan "Gua Maria Palasari" di papan penunjuk arah tersebut akan sangat membuat kita penasaran.

Saya pribadi lebih dari 4 kali berkendara ke Denpasar (maklum domisili Surabaya, sehingga jika ada keperluan agak lama di Bali lebih suka naik mobil) namun tidak berani mampir ke Gua Maria Palasari. Lama waktu perjalanan dari Surabaya ke Denpasar ke Surabaya yang sekitar 9 jam itu (1.5 jam berada di Ferry) cukup membuat saya pikir-pikir untuk belok ke utara untuk mengikuti penunjuk arah ini.

"Kalau cuman 10 km saja sih tidak apa-apa, bagaimana kalau masuknya jauh ? entar bisa lama baru bisa sampai di Denpasar nih..." itu yang selalu ada dipikiran saya. Akhirnya setelah kurang lebih 1 tahun menanti, akhirnya saya bisa juga berkunjung ke Palasari... sebuah kunjungan yang Wow... akan saya ulangi lagi jika ada waktu luang...

Jarak dari jalan raya (Gilimanuk - Dps) sampai ke Gereja HKY Palasari / Gua Maria Palasari hanya sekitar 5 km saja. sekitar 15 menit saja dengan kecepatan santai (pemandangan asri, hawa sejuk) yang tentu membuat anda tidak ingin mengemudi dengan kecepatan tinggi.

Dari jalan raya, saya hitung anda harus bertemu dengan 2 pertigaan, yang jelas anda harus bergerak ke arah utara (sisi kanan ketika bertemu pertigaan) dan jangan kuatir, ada petunjuk arah sehingga seharusnya anda tidak perlu turun mobil untuk bertanya arah pada penduduk sekitar. Tergantung seberapa kuat insting adventure anda :).....

Jika anda amati 1 - 3.5 km pertama anda akan menemukan 'suasana Bali' dimana rumah-rumah banyak memiliki pura kecil, gapura dengan ukiran bali, seperti desa-desa Bali pada umumnya.
Namun setelah pertigaan kedua, dimana anda bergerak ke utara, jalan sudah tinggal lurus saja dan anda akan menjumpai pemandangan yang 'khas'.

Rumah-rumah yang rapi (betul-betul rapi !!), got rapi, dari jalan ke rumah hampir semuanya disemen / dibentuk dengan rapi. Jalan bersih, pekarangan rumah rata-rata sangat bersih.
Rumah-rumah demikian asri, pagar pendek, demikian berkesan bersahabat dan hommy....
Alamak, dalam hati saya berpikir, saya tidak akan keberatan untuk homestay di salah satu rumah penduduk disini....

Setelah melalui parade rumah rapi ini anda akan bertemu dengan sebuah lapangan bola di sebelah kiri anda, dan anda tidak mungkin tersesat, karena di belakang lapangan bola anda akan melihat bangunan Gereja Palasari yang megah dan agung.

Beloklah ke kiri setelah lapangan bola, carilah pintu gerbang gereja dan parkirlah kendaraan anda tepat di depan pintu masuk utama Gereja Hati Kudus Yesus Palasari.








Kebetulan saya datang pada hari minggu, dan memang berniat mengikuti misa di sini.

Saya mendapatkan informasi bahwa misa kedua ditiadakan berhubung romo paroki sedang mudik, demikian info yang saya dapatkan ketika menelpon pastoran.

(Tips : untuk mendapatkan nomor telepon Gereja / Pastoran, dial saja 108 + kode daerah dan tanyakan nomor telepon Gereja Katholik. Jurus ini selalu saya pakai dimanapun saya bepergian. Jika anda tidak tahu nama Gereja yang anda inginkan, dan operator telepon tidak bisa membedakan yang mana gereja Katholik dan mana yang bukan, anda cukup meminta operator untuk menyebutkan beberapa nama Gereja yang terdaftar di komputernya dan anda dengan cepat akan bisa menemukan salah satu Gereja Katholik. Bisa juga anda minta 'Gereja Katedral' nya mana, kadang-kadang ada data seperti itu.)

Misa pertama adalah jam 7 pagi, dan romo yang melayani misa adalah romo dari Denpasar. Karena datang agak mepet (saya memperkirakan umat tidak banyak, ternyata salah...), saya kebagian duduk di luar gereja. Saya ambil kursi plastik dan duduk di pelataran gereja sambil mendengarkan misa dari loudspeaker seperti umumnya kalau ikut misa dan tidak kebagian kursi di dalam gereja :).

Tapi ini kesempatan baik untuk melihat bagaimana umat Gereja Palasari dan kebiasaan mereka.

Satu hal yang saya amati dan membuat tersenyum adalah banyak hewan-hewan yang berkeliaran di pelataran gereja, ada Anjing (beberapa ekor, kelihatannya datang karena mengikuti majikannya) dan ada ayam.

Anjing memang menjadi pemandangan biasa di Bali dan orang Bali, tua muda bahkan anak-anak tidak ada yang 'takut' melihat anjing, tidak seperti orang-orang Jawa pada umumnya :). Tentu saja anjing2 di sini juga sangat jinak dan tidak ragu berdekatan dengan banyak orang yang bukan majikannya.


Mengikuti misa dari luar gereja juga memberikan kesempatan untuk memfoto interior luar gereja.
Sangat unik, Sangat menarik karena kentalnya unsur Bali pada arsitektur gereja ini.


(di dalam gereja, setelah pintu masuk, anda bisa melihat foto-foto lawas yang menunjukkan sejarah pembangunan gereja. Romo-romo Eropa yang memulai karya misi di desa Palasari dan juga memulai pembangunan Gereja Hati Kudus Yesus Palasari).
Misa berlangsung kurang lebih 1.5 jam, dan setelah misa selesai saya punya kesempatan memfoto interior Gereja Palasari dengan lebih leluasa...





Patung, tabernakel, altar, salib, 14 ukiran jalan salib, semuanya tersentuh budaya Bali. Perhatikan patung Bunda Maria dan Yesus di sisi kiri dan kanan altar, ada payungnya :).

Kemudian perhatikan juga tempat duduk tanpa sandaran yang berada di sayap kiri (mungkin juga ada di sayap kanan, saya kurang perhatian) gereja yang demikian memberikan suasana meditasi...

Terakhir ketika saya sedang hunting foto, saya melihat satu pemandangan yang mengharukan, seorang umat yang sudah tua, bungkuk dan berjalan tertatih meninggalkan gereja lewat pintu samping dengan dibantu seorang umat paruh baya.

Kalau kita bandingkan orang-orang tua yang ada di perkotaan, sebagian sudah enggan ke gereja, walaupun sebenarnya masih bisa berjalan.

Mungkin takut merepotkan umat lain ? mungkin takut menjadi pusat perhatian ? mungkin takut menghambat umat lain, atau karena sudah harus sering ke toilet ?
Atau mungkin memang umat Katholik di kota besar memang sudah kurang toleran, kurang sabar pada umat yang 'senior' sehingga mereka merasa kurang bersemangat datang ke gereja ?

Paling tidak pemandangan ini membuat saya bertekad, jika saya tua nanti, selama saya masih bisa 'berpindah tempat' saya akan tetap datang mengikuti misa mingguan di gereja. Sebisa mungkin tidak meminta pelayanan komuni di rumah...

Semoga foto ini bisa menyentuh anda juga....

Selesai misa, saya keluar halaman gereja dan menemukan tanda petunjuk yang mengarah ke Gua Maria Palasari. Dari gereja, anda punya 2 pilihan, akan melakukan jalan salib singkat atau jalan salib panjang.

Jalan salib panjang adalah jalan salib yang dimulai dari halaman gereja dan berakhir di halaman lokasi Gua Maria Palasari, sedangkan jalan salib pendek dimulai dan berakhir di halaman Gua Maria Palasari. Ujung kedua jalan salib ini sama, beberapa anak tangga menuju Gua Maria dimana sebelum masuk umat dapat mengambil air suci. Anda dapat sekedar membasuh muka dan tangan karena penat, mengisi botol minum, atau langsung menadahkan tangan dan meminum air segar yang mengalir tidak berhenti ini.

Lokasi Gua Maria Palasari menurut pendapat saya dibagi menjadi 2 daerah besar, halaman (ada jalan salib pendek plus beberapa perhentian akhir untuk jalan salib panjang) dan Gua Maria sendiri yang didalam lokasi ini ada guci 'Air Berkat', kemudian Gua Maria itu sendiri, Salib di tengah dan sebuah pendopo peristirahatan di sisi kirinya. Area disekitar Gua Maria sendiri sangat asri dan sejuk, pohon rindang, rumput yang terawat, tanaman-tanaman yang menyejukkan akan mengobati panasnya suhu udara Bali barat.



Jarak antara Gereja Hati Kudus Yesus Palasari dengan Gua Maria Palasari hanya sekitar 200 meter saja. Anda dapat memindahkan mobil anda dari depan Gereja ke depan Gua Maria atau memilih berjalan kaki saja dimana anda dapat menjumpai Kios kecil yang menjual pernak pernik Katholik, sebuah sekolah (SMK ?) Katholik untuk industri kayu, dan sebuah makam Katholik milik desa Palasari.

Hati saya berbunga bunga melihat sebuah desa yang penuh dengan unsur Katholik :), bahkan ibu penjual nasi campur yang mangkal di sebelah lapangan bola (sebelah Gereja) juga adalah umat paroki HKY Palasari. Dimana lagi kita bisa menjumpai model 'desa Katholik' seperti ini ?

Keteraturan ala 'Katholik' sentuhan romo-romo Eropa sudah mulai terasa sejak batas desa (rumah-rumah yang rapi, berjajar rapi dan berpagar pendek).

Oh ya, sekedar saran, jika anda berkenan untuk menginap semalam, anda bisa menginap di salah satu rumah penduduk (homestay), atau seperti saya menginap di villa candikusuma (foto : http://www.candikusumavilla.com/) anda bisa kontak P. Rahardjo di rahardjobudialim@yahoo.co.id.
Info yang saya dapatkan, beliau adalah umat dan sekaligus donatur Gereja Palasari.
Jika ada romo atau suster dalam rombongan anda, P Rahardjo dengan senang hati akan memberikan kamar dengan free of charge.
Terima kasih pak atas penyambutan, informasi dan fasilitas yang diberikan.

Villa Candikusuma terletak 10 km atau sekitar 15 menit saja dari Gereja Palasari, jadi sangat nyaman jika anda istirahat semalam disini untuk mengikuti misa hari minggu di Gereja Palasari.
Villa Candikusuma (seperti namanya) ada di daerah Candikusuma, dekat pantai Candikusuma.

Dari Jalan raya Gilimanuk - Dps, setelah melewati pertigaan ke arah Palasari, anda terus saja ke arah DPS sekitar 5 km lagi, jalan pelan-pelan ketika sudah masuk kawasan candikusuma, ada beberapa tanda warung ikan bakar (tentu saja malam harinya anda bisa makan ikan bakar disini) dan setelah itu anda akan temukan resto kopi villa candikusuma (saya lupa nama aslinya, tapi Villa Candikusuma juga menyediakan kopi kualitas nomor 1 di cafeshop nya... cocok buat anda penggila kopi).

Ingin makan ikan bakar ? jalan kaki 400 meter saja atau naik ojek dan anda akan menemukan warung ikan yang saya sebutkan diatas. Atau anda ingin jalan-jalan ke pantai ? hanya jalan kaki 50 meter saja dan anda sudah berada di pantai Candikusuma.

Cara nyaman dan murah (silahkan cari villa batu, konsep minimalis, back to nature (kamar mandi terbuka), toilet terbuka, dan villa anda dikelilingi tembok untuk privacy yang lebih murah dari yang ditawarkan oleh Villa Candikusuma !) untuk bepergian dan singgah di Bali Barat.

Tentu saja pilihan lain bagi backpackers adalah menginap di sekitar Gilimanuk dengan biaya 100 - 150 ribu per malam.

Selamat berwisata jasmani dan rohani di Bali Barat :).