Search This Blog

Thursday, April 25, 2013

Trip Report : Pasir Putih, 20 April 2013 (With Inon UFL M150 ZM80 Micro Fisheye Lens)

To the point, trip weekend kali ini cuman bertujuan buat nyobain Lensa Inon UFL M150 ZM80 (Micro Fisheye Lens) yang katanya punya focus distance 0.
Artinya object yang difoto bisa berada tepat didepan lensa dan tetap bisa dapet focus....

Model lensanya spt ini :
Inon UFL M150 ZM80, Micro Fisheye Lens, ring di tengah itu
berfungsi untuk mengunci supaya lensanya tidak bergerak-gerak setelah
ditancapkan di adaptor M27 ke M67.





















Supaya bisa ditancapkan ke thread M67 perlu dikasih adapter M27 ke M67
Beginilah bentuknya ketika si Fisheye Lens ditancapkan ke Adapternya :

Inon Fisheye Lens dan M27-AD Mount Converter.


















Ketika sudah ditancapkan ke UW casing, modelnya kira-kira jadi seperti ini (gak persis sama dengan punya saya, karena UW Casing saya WPDC 34, dan converter M67 nya bukan seperti gambar dibawah, tapi intinya begitulah kira kira caranya nancep ke UW Casing).


























What else ? hmm... ya tujuan lensa ini, sesuai namanya, Micro Fisheye, jadi ingin membuat kita bisa memfoto  object2 macro dengan pembesaran yang besar, namun tetap mendapatkan background seperti kalau kita memakai lensa fish eye... promising ya ? ehehehe...

Problem utamanya ternyata di kualitas focusnya... sudah diwanti wanti di web nya inon.jp kalau kita musti pakai f-stop setinggi mungkin (F8, F11, semakin tinggi semakin baik). Ini untuk memperlebar focus range kita, supaya semakin banyak gambar masih 'in focus'.
Karena masalah ini maka sulit kalau gak pakai flash, apalagi kalau dilakukan di malam hari / cahaya matahari yang kurang.

Point bagusnya kita bisa mendekat sekali hingga lensa sangat dekat dengan object foto, point jeleknya, object foto di laut yang bisa dideketin segitu deketnya sangat terbatas hahahaha....
So there...

Eniwei... hasil foto2 saya dengan Micro Fisheye Lens saya golongkan tidak berhasil, karena kelihatannya WPDC 34 terlalu jauh zoom nya, moncong UW Casing tempat Lensa memanjang jadi lebar sehingga Lensa MFL ditempatkan terlalu jauh dari sensor kamera.
Saya perlu zoom maksimum dengan G12 dan WPDC34 dan masih mendapatkan 'lingkaran hitam' itupun hasil jepretan tidak bisa tajam, entah kenapa...

Sudah gak sabar ? ok ok ini nih hasil jepretan saya yang saya anggap gak berhasil itu...
Saya mau cari2 wangsit gimana caranya bisa menaklukkan lensa ini...
Tolong kalau anda baca blog ini dan ngerti tips memakainya, sharing ya... thanks !























































Tanpa pakai Micro Fisheye Lens...



























Dengan Micro Fisheye Lens....






































































































Mungkin ini yang paling descend fotonya, hahaha... sudah mulai paham karakternya :P.
Harus cari background yang bagus neh hehehehe...

cheers, see you on the next dive !














Wednesday, April 17, 2013

Dive Equipment Review : New Fin 2013, Aquabionic Warp1 Fin by Cetatek

New Fin that is quite astonishing in look is Aquabionic Warp1 Fin by Cetatek.
This Fin is already available in Indonesia via Aquatic Dynamic store at Grogol, west Jakarta :
Aquatic Dynamic Store
Jl. Makaliwe Raya no 44 A
Grogol, West Jakarta 11450
+62-21-560 5091, 9265 6446

Official website of Cetatek : http://cetatek.com/home/





































WARP is an abbreviation of Water Adapting Responsive Propulsion, tried to use multi dimensional blade that is adaptive to the strength and kicking style of a diver...
This is in my opinion categorized into "efficient kick" fin, less energy, less fatigue to create the same thrust power. It is a split paddle fin (the same concept as ScubaPro Seawing Nova, Jet Fin, Mares Extreme), that allows water to go through between your paddle and foot pocket.
So it is probably will not be a 'power fin' type that strive on max speed and power...






























The Middle flexible membrane portion of the fin is made very flex that Cetatek claim that Warp1 could adapt to the impulse movement of a diver. Flexible enough that will reduce fatigue, but stiff enough to create thrust power :).


















With release price around 225USD (was sell below 2 million rupiah at Deep and Extreme Expo 2013),
Warp1 surely promise a 'wow' effect for every diver who use them :).
Bright colors, red, yellow, blue and black, the outlook itself is already strikingly eye catching...

Lets hope to see more of them arround in 2013 :).


Comment from people who tried this fins :
From diveboard.com





Monday, April 8, 2013

Fenomena '(sudah) bisa diving'... :D


Mungkin tulisan ini akan agak kurang enak dibaca nih... rekan rekan diver sekalian...
Sorry sebelumnya kalau terkesan menyindir atau sok idealis :)
Tapi yang ada dalam pikiran saya cuman me wanti wanti (bahasa jawa) atau mengingatkan para divers, baik profesionals (Instructor, Dive Masters) maupun para divers akan satu fenomena yang semakin sering kita jumpai...

Semakin hari memang semakin banyak orang yang sudah 'bisa diving' (memiliki sertifikat diving) dan banyak sekali ilmu tentang diving yang bisa dibaca di internet. Berlimpahnya bahan bahan ini membuat banyak sekali orang merasa sudah bisa diving, merasa mengerti tentang ABC dalam diving, walaupun dengan log yang masih terbatas.
(memang tidak menjamin sih, diver dengan log 100 sudah mengerti tentang diving...).


Teman-teman diver, instructor sekalian, saya ingat kata-kata instructor saya dahulu :
"Rizal, dalam diving, ada hal hal yang mau tidak mau harus kamu bayar dengan jam terbang (jam selam maksudnya...)".
Setelah 3-4 tahun diving hingga tulisan ini ditulis, saya merasa ia mengatakan yang sebenarnya...
Saya bertemu dan melihat banyak sekali diver yang merasa 'sudah bisa diving' dan berusaha mengatur sendiri apa yang boleh, apa yang baik dan apa yang tidak baik bagi dirinya....


Sebenarnya tidak ada yang salah dengan perasaan senang dan bangga kita sudah menjadi seorang diver...
Kita sudah berkontribusi membuat para nelayan tidak lagi menjala, mengebom, memancing ikan, tapi beralih profesi menjadi boatman diving...
Kita sudah berkontribusi membuat dive center di lokasi diving bisa hidup dan memberi pekerjaan untuk masyarakat disekitarnya, tapi rasa percaya diri dan eforia yang berlebihan kelihatannya akan berpotensi menimbulkan masalah....



Penyebabnya ?

Pertama, kita tau olahraga atau kegiatan diving sedang booming boomingnya belakangan ini di Indonesia, dive center, dive master / instructor bermunculan di mana mana :).
Persaingan antar instructor, antar dive center semakin berat, harga semakin 'dibanting' :).
Bukan hanya harga peralatan saja yang dibanting, tapi harga 'service', harga 'pengajaran' juga dibanting.
Karena harga (dan juga waktu) mengajar dibanting, materi yang diajarkan otomatis menjadi minimal dan seringkali 'sekedarnya' yang bisa melakukan yang basic dan duitnya dibayar...
Yang penting membayar dan bisa melewati test yang dipersyaratkan, ilmu2 tambahan, paradigma sebagai seorang diver tidak sempat ditekankan.
Fenomena yang sudah banyak dikeluhkan di diskusi baik di Indonesia maupun di level internasional.

Kedua, semakin banyak penyelam muda yang berasal dari kalangan mahasiswa / pelajar.mahasiswa.
Usia dimana status, identitas dalam pergaulan diperlukan...
Para mahasiswa terutama yang berasal dari jurusan perikanan, kelautan, biologi (marine) sekarang semakin diarahkan (entah diwajibkan atau menjadi mata pelajaran pilihan) untuk bisa memperoleh sertifikat menyelam.
Tentu saja pengajaran mereka jadi 'masal', instructor bersaing, harga, sekali lagi, diminta untuk murah dan dengan demikian banyak elemen pelatihan yang dipangkas...
Peralatan mungkin kurang memadai, baik kualitas, perawatan maupun kuantitasnya....

Perbandingan 1 pengajar 4 siswa, atau ketika di kolam / di laut 1 pengajar 4 sampai 6 murid sudah pasti tidak digubris.

Ok, kita mungkin kita sebagai pengajar atau penyelenggara pelatihan / sertifikasi (entah anda instructor, dive center, club selam, dll) bisa berkelit : khan cuman 5 - 10 meter, tidak terlalu berbahaya.
Memang ada benarnya... saya jarang sekali mendengar fatalities yang terjadi karena rasio jumlah pengajar yang terlampau kecil ketika sertifikasi.
Jauh lebih sering dengar berita diver tewas di Nusa Penida karena decompresi ketika ingin melihat Mola Mola...
Tapi... kualitas hasil didikan kita bagaimana bisa bagus kalau rasio pengajar dan murid terlalu besar ?



Pasti ada yang salah dalam sistem pengajaran diving di Indonesia (atau bahkan di dunia ?), sehingga begitu banyak orang merasa sudah bisa diving dan menentukan sendiri apa yang boleh dan tidak boleh bagi dirinya...

Penyelenggara sertifikasi melihat sertifikat sebagai suatu penghasilan, diver melihat sertifikat sebagai suatu 'syarat' untuk bisa penelitian, untuk bisa menyelam lebih murah, untuk bisa pamer kepada teman-teman nya, dst.

Sudah saatnya sertifikat selam dipandang sebagai 'beban'.
Bagi instructor / dive center mereka harus merasa terbeban dengan memastikan semua murid yang telah mereka bawa sertifikasi Open Water, benar-benar dapat mengerti, menyerap dan melakukan semua standard dalam OW sertifikasi dengan memadai.
Tidak boleh karena 'sudah membayar' maka 'sertifikat pasti diberikan'.
Jika ada masalah dengan murid anda, entah itu perusakan koral, tidak aware terhadap buddy hingga ia celaka, mengacaukan rencana penyelaman dan bahkan kecelakaan dan kematian... maka sebagian tanggung jawab, at least tanggung jawab moral ada di pundah para instructor dan dive center yang bersedia mengadakan pelatihan...

Saya katakan disini tanggung jawab moral karena mungkin para diver tidak akan menuntut anda secara hukum karena mereka sudah menandatangani liability release....


Disisi diver sekalipun, jika sertifika selam dipandang sebagai beban, maka mereka pun akan punya keinginan untuk mengejar kekurangan dan menjaga skill mereka agar 'sesuai' dengan level sertifikasi yang dimiliki.



Ada satu pengalaman yang baru saja terjadi, seorang diver meminta saya untuk berlatih bersama, karena ingin belajar buoyancy...
All right, ini suatu keinginan yang baik dan saya menyanggupi untuk berlatih bersama...

Satu hal yang saya ingat, ketika akan berlatih (di kolam renang), ketika sudah selesai set up alat. BTW teman diver junior ini mengalamai masalah untuk menancapkan selang inflator ke BCD, ok saya abaikan saja.

Ketika 'menemani berlatih', saya terbiasa mengulang (refresh) pelajaran dasar menyelam, dengan maksud supaya teman berlatih ini bisa mengingat dan mendapatkan pelajaran yang mungkin belum diketahui.
Saya jelaskan satu per satu prosedur penyelaman mulai dari membawa peralatan, masuk ke air, memakai peralatan di atas air... dan tiba tiba diver junior ini memotong penjelasan saya dan berkata :
"Mas, saya sudah 'bisa diving', saya disini cuman perlu belajar buoyancy kok...".

Ok... dalam hati saya berkata, mungkin saja memang teman yang satu ini agak gugup, grogi ketika persiapan alat, mungkin memang dia hanya butuh latihan buoyancy... well, walaupun saya sudah curiga, dia tidak mau mengatakan berapa jumlah log nya kepada saya, dia hanya menjawab sertifikasi dilakukan sekitar pertengahan tahun lalu.


Descend pertama tidak ada masalah berarti....
setelah ascend saya mem briefing beberapa point sepele...
(yang sebenarnya membuktikan bahwa diver junior ini sebenarnya 'belum bisa diving'....)
Misalnya ketika saya melihat maskernya sangat berembun, maka saya memberikan kode untuk masker clearing, dia tidak mengerti, saya coba mengganti dengan isyarat yang lain pun, ia tidak mengerti.
Ketika saya mencontohkan masker clearing, baru ia mengerti...
(Jadi dia tidak mengerti bahwa masker clearing sebenarnya digunakan untuk clearing masker....)

Descend kedua, karena saya melihat sejak descend pertama maskernya selalu berembun.
Saya minta ia melakukan masker clearing lagi...
Kali ini musibah terjadi, saya melihat cara dia memasukkan air salah, air dituang ke hidung bukan ke kaca, kemudian jumlah air yang dimasukkan terlalu berlebihan sehingga hampir seluruh volume masker terisi air.
Belum lagi ketika masker penuh terisi air, ia terlihat panik, berusaha mengeluarkan air seolah olah ia ada di darat (membuka masker sedikit dan menuangkan air keluar)... ya tambah penuh lah itu masker dengan air.......
sampai disini saya langsung tau dia sudah menjadi panic diver....

Orang yang baru saja mengatakan 'saya sudah bisa diving' sekarang sudah menjadi panic diver...
Untungnya ini terjadi di kolam renang, untungnya ia cukup tenang, untungnya saya ada disitu yang langsung memegang dia menenangkan dan dengan pelan membimbing ascend ke atas.

Ternyata dia tidak pernah diajari cara masker clearing yang benar, termasuk drain air dengan menekan masker bagian atas dan memiringkan kepala 45derajat...

Satu kata : 'Gila !'
Siapapun instructornya...

Saya tidak menyalahkan instructor nya karena mungkin lupa mengajarkan, lupa memperhatikan (mungkin karena banyak murid ketika itu), atau bisa juga karena si diver memang lupa, panik, dll..

Saya menyalahkan para instructor, yang tidak menanamkan rasa waspada kepada murid-muridnya terhadap dunia diving !
Sehingga mereka merasa 'sudah bisa diving', padahal seharusnya instructor, setelah memberikan selamat karena si new bee sudah lulus proses sertifikasi, perlu menekankan bahwa new bee harus banyak belajar, new bee perlu untuk berlatih terus menerus, new bee masih tidak boleh diving sendiri tanpa pengawasan instructor, new bee masih belum boleh melakukan kegiatan recreational diving di lokasi lokasi yang berpotensi menimbulkan panik (wall, arus, low visibility, etc...)


Perasaan 'sudah bisa diving' adalah mutlak kesalahan instructor !
Karena tidak menanamkan paradigma yang benar untuk menekuni olah raga diving : Respect dan Cautiousness.
Respect to nature and all its laws, cautious dan selalu mempersiapkan diri jika terjadi masalah....
tidak menggampangkan segala sesuatu yang berhubungan dengan diving...



Teman teman... singkat kata, walaupun anda sudah punya sertifikat diving, jangan pernah merasa 'sudah bisa diving'. Bahkan ketika level kita rescue, dive master, log kita ratusan sekalipun.
Jangan pernah merasa sudah bisa diving...
Jangan pernah merasa tidak memerlukan latihan, persiapan...

Diving itu tidak hanya bisa memakai regulator, BCD dan bisa bernapas di dalam air.
Diving harus mengubah cara berpikir kita, cara persiapan kita, naik ke perahu, memakai peralatan, memeriksa peralatan, turun ke air, descend, semua skill ketika berada di dalam air, semua do's and don't, ascend, naik ke kapal, mencuci alat hingga kembali ke rumah dan menyimpan peralatan kita....
Itulah diving...
Kalau diving mencakup demikian luas pengetahuan... sudah sangat layak kalau kita seharusnya tidak pernah merasa 'sudah bisa diving' bukan... ?


Cheers all !
Have a safe dive...



Friday, April 5, 2013

The "Eco Kick"

Ada satu artikel dari Scubaboard.com yang menggelitik untuk menulis... yakni tentang Eco Kick...

Tidak lain tidak bukan... yang disebut dengan Eco Kick sebenarnya adalah Frog Kick.. !
Mengejutkan karena sekarang frog kick sudah punya 'nama komersial', saya yakin sebentar lagi akan menjamur dan menjadi standard dalam pengajaran Open Water... :).

Tidak mengejutkan karena setelah mempelajari teknik kicking ini memang saya langsung kesengsem untuk menggunakan nya dibandingkan flutter kick biasa...

Bagi teman2 yang ingin mempelajari Frog Kick, silahkan googling, cari di youtube atau bisa memanfaatkan beberapa artikel dibawah ini :

Teknik Frog Kick (bahasa Belanda, gunakan terjemahan dari google)

Video Frog Kick dari Youtube :



Mengapa Frog Kick bisa diberi nama komersial menjadi Eco Kick ?
Well, sangat bisa dipahami, bahwa frog kick membutuhkan kaki kita berada diatas badan kita, sedangkan flutter kick bisa membuat kaki kita berada di bawah badan kita.
Anda yang sudah mempraktekkan frog kick tentu bisa merasakan bahwa lebih sering untuk menyentuh dan merusak coral dengan flutter kick dibandingkan frog kick, terutama coral yang berada di bawah tubuh kita.

Dalam environment yang sempit dan terbatas, kita bisa memodifikasi frog kick menjadi tinggal setengah stroke, satu kaki saja, atau bahkan hanya dengan pergelangan kaki...  dengan begitu semakin kecil resiko kita merusak karang.


Untuk environment berpasir, seperti yang sudah pernah saya tulis disini, frog kick membuat pasir tidak mudah terburai ke atas... dengan demikian tidak sampai mengganggu atau membunuh ekosistem (kebanyakan hewan hewan kecil) yang hidup diatas atau sedikit dibawah permukaan pasir. Tidak membuat telur2 yang menempel di coral / tanaman tercerai berai.

Flutter kick diatas pasir ? wow... sudah dapat dipastikan pasir akan berhamburan... selain memperburuk visibility (jarak pandang) juga berpotensi merusak, meinimal mengganggu ekosistem pasir.





Anda sudah bisa mengeri sekarang mengapa Frog Kick sekarang menyandang nama Eco Kick ? :D.
Saya berikan beberapa alasan lain mengapa sebaiknya anda memakai frog kick :
* Lebih relax : bila dilakukan dengan benar, frog kick lebih sedikit menghabiskan energi, lebih relax di pergelangan kaki, lutut dan pinggul.
Karena otot lebih relax, resiko kram lebih kecil, dan anda bisa menghemat konsumsi udara anda. Anda punya waktu lebih banyak untuk menyelam sebelum udara habis.

* Lebih stabil : ketika melakukan frog kick, kita menggerakkan kedua kaki kita secara bersamaan ke tengah, ini membuat tubuh lebih stabil, dibandingkan flutter kick yang cenderung membuat tubuh bergerak miring ke kiri dan ke kanan (akibat arah kayuhan yang berlawanan). Kestabilan frog kick membuat teknik ini lebih sering dipakai oleh para fotografer yang memang biasa bergerak lebih lamban, namun lebih membutuhkan kestabilan.

* Lebih efisien : air tidak ada yang terdorong ke atas / ke bawah, air terdepak ke belakang, sehingga efisiensi   (tenaga dorong (thrust) yang dihasilkan dibandingkan tenaga yang kita keluarkan, lebih baik). Sekali lagi diver menjadi tidak mudah capek. Dan karena air tidak ada yang terdorong ke bawah, tidak akan membuat pasir naik ke atas....

Bagaimana ? tertarik untuk mempelajari teknik Frog Kick ? :D.

Note : tidak semua fin cocok dengan teknik kayuhan ini, terutama split fin (scuba pro twin jet, jet max, Aqualung Caravelle, Apollo Bio Fin, Mares Raptor, Oceanic Vortex, IST F-10 Pegasus, Talaria, SeacSub Hyper-X, Dive Rite Fin dll) biasanya tidak memiliki efisiensi yang baik ketika digunakan dengan frog kick. :D.

.



Thursday, April 4, 2013

Trip Report : Tulamben - Padang Bai, 29-30 March 2013

Liburan panjang, jalan lagi... walaupun hampir2 gak jadi (beberapa kali) karena peserta yang on and off hehehehehe... akhirnya jadi juga saya jalan ke Pura Segara dan menikmati kesempatan ketemu dengan Doto Nudibranch :).

Berangkat dengan mobil, ada sopirnya :), lumayan sekali bisa istirahat di mobil... sayang agak meleset perkiraan waktunya, seharusnya bisa masuk Tulamben jam 6, ternyata molor ke jam 8, lain kali harus berangkat jam 4 sore dari Surabaya kalau mau sedikit santai di jalan dan masih bisa mencapai Tulamben untuk melihat schooling bump head nya...

Well... lagi2 gak berhasil ketemu dengan schooling bump head... tapi air di Tulamben sangat bersih, tidak ada ombak, arus sedikit, visibility ok.
Kami (saya dan mbak Mamiek yang sudah wanti wanti fotonya gak boleh dipasang disini :p) akhirnya turun 2 kali di wreck tercinta ini :D.

Kami ngider saja dengan santai, mengambil beberapa foto wide angle, sambil mikir2 lokasi mana di wreck ini yang bagus untuk ambil foto wide angle...
Beberapa object foto yang menarik, sweetlips yang sangat bersahabat, tidak lari ketika kami datang dan memfoto, beberapa ikan yang SKSD (Sok Kenal Sok Dekat) mengharap kami bawa makanan buat mereka...
Dan ketika akan ascend dan safety stop ketemu Nudi yang cantik, baru pertama kali berhasil memfoto dengan baik :D. Bukan nudi yang jarang, tapi pertama kali nya mengabadikan...

Check out the photos...

























One 'common' founding @ Tulamben, ikan pari... :)



















































Kerapu yang ramah :D...













































 What ever it is... just wonderful and misterius... hahahaha....


Eel, warna putih hehehe... agak jarang saya lihat... lebih banyak yang warna
hitam di Tulamben...











































Kalau dibawah air warnanya kehijau hijauan... kalau difoto jadinya agak pink :D.
Asik sekali...



Setelah 2 dives di Tulamben, kami berdua, pindah ke Pura Segara, gak jauh dari Tulamben.
Ketemu dengan Bli Tangkas dari Widana dive service (Padang Bai) yang sudah beberapa kali jadi guide kalau kami dive di Padang Bai :).

Ada 2 teman lagi dari Singapore, Axana dan Christian...
Axana yang UW cameranya bocor gak bisa dibawa ke bawah air, jadi bete karena bosan hahahaa... iya gua bilang juga apa... Macro world tanpa kamera bisa boring abiss hahaha... apalagi kalau yang gak suka liat hewan unyu unyu begini hihihihihi...
Gak papa lah... pengalaman yaa....


Udang yang sangat kecil, max 1cm saja panjangnya...












Nudibranch ini ada di daun yang sama dengan si udang diatas hahaha...
lebih kecil lagi ukurannya !!





































Nudibranch transparan yang ada di dekat daun hijau tempat udang dan nudi hijau kecil diatas bersarang....



Like father, like son ! :D



Transparent shrimp on anemone....
Nudibranch... holding on against current...




























Life and death... :D.


























Small nudibranch... this is the biggest I could capture even with +10 diopter... :D



























Nice tail :D.
And finally got what we are looking for :)
Doto Nuddibranch
(Doughnut Nudi)
























And some more photo of this doughnut nudi for your enjoyment :)...
See that they are transparent enough you could see the digestion organ...

I believe Nike was inspired by this Nuddi.....







































A Rare one... Skeleton shrimp.... :D...












































































We ended the dive for the day and moved to Padang Bai...
We were planned to go for Candi Dasa, but the wave was quite high so we decided to dive @ Padang Bai...
1st dive to Jepun, around the underwater submarine...














Baru tau kalau ada udang hosting di anemone ini !! :D
































































Pertama kali bisa memfoto ikan dan udang di whip coral ini :D.... tepuk2 bahu sendiri hehehehe....










Dive 2 kami masuk ke lokasi favorit :), Blue Lagoon....


Rhinopias yang jadi langganan di Blue Lagoon :)

























Bug Eyed squat lobster :D, kali ini fotonya lebih descent :)....






















Pertama kali juga berhasil memfoto Mama Mantis :D....

























Flat worm yang cantik....



Udang cantik :D....


























Dan di akhir penyelaman, saya kena deco yang memecahkan record sebelumnya hahaha... kali ini 18menit !
Untung saat deco dan safety stop saya ditemanin sama ikan yang ramah ini... bersedia mendekat dan tidak takut difoto :)....







Langsung balik ke Surabaya... jam 5 pagi udah nyampe Surabaya kembali... thanks buat pak sopir hehehehe...

next time saya akan tulis report tentang Deep and Extreme Expo 2013 hehehe...
see yaa...