Search This Blog

Wednesday, August 24, 2011

Menghindari Konflik...

Sharing... :) semoga berguna...

Saya kira ini topik yang sangat universal, kelihatannya umum, dibutuhkan oleh setiap orang karena setiap manusia pasti akan berinteraksi dengan manusia lain.
Kemudian juga seringkali terasa complicated (rumit) karena tiap orang punya sifat (baca preferensi tersendiri ketika menghadapi suatu kondisi...) yang khas, kondisi / situasi yang dihadapi juga selalu beragam baik kepelikan maupun kedalaman masalah...

Saya merasa guideline (tuntunan) yang paling umum dan manjur untuk menghadapi konflik adalah sebagai berikut :

1. Konflik bisa dihindari dengan cara masuk ke dalam konflik itu sendiri.
Jika kita 'takut' konflik, takut berkeinginan dan mengambil tindakan nyata untuk memecahkan masalah, maka oposisi / partner kita tidak pernah tahu posisi / sikap kita, masalah tidak pernah betul2 selesai sehingga akan terus menerus menghantui kita dengan frekuensi dan intensitas yang semakin lama semakin besar.
Potensi terjadinya salah sangka, miss communication, semakin besar.

Semakin ditunda (lari dari konflik, lari dari permasalahan), semakin banyak masalah yang akan mengejar kita.

So hadapilah masalah, masuklah dalam konflik.

Untuk memperkuat mental kita anda bisa merenungkan beberapa wejangan dibawah ini :
* Jangan pernah ingin berkonflik, tapi jangan pernah takut masuk ke dalam konflik.
Ini mengingatkan anda bahwa anda (atau semua orang) sebenarnya tidak suka konflik, anda tidak suka marah atau mengeluarkan suara keras, anda tidak ingin orang lain sakit hati, anda tidak ingin menyinggung perasaan orang lain, anda tidak ingin 'menghabisi' orang lain, mematikan karir / mata pencaharian, atau melakukan tindakan keji lainnya.
Anda hanya ingin membereskan masalah dengan menempatkan SEGALA SESUATU pada tempat yang tepat.

* Fokus untuk mencari Solusi, bukan (pada tempat pertama) melindungi seseorang, mencari-cari siapa yang salah (dan kemudian berhenti sampai disitu).
Orang enggan untuk disalahkan, jika satu pihak merasa ia harus menanggung semua kesalahan maka perundingan anda akan berpotensi mengalami deadlock.
Arahkan sebagian besar energi dan waktu untuk mencari solusi, tekankan kegentingan masalah yang sedang dihadapi, resiko yang akan terjadi jika masalah tidak terpecahkan.


2. Analisa setiap sisi masalah, siapa saja yang berkepentingan, dimana kepentingan masing2 pihak.
Kenali kepentingan masing2 pihak. Ini menjadi hal yang utama supaya anda bisa menemukan win-win solution. Dalam hampir setiap perundingan, kepentingan selalu berperan lebih besar dibandingkan inti permasalahannya. Selalu ada ketakutan atau keinginan yang tersirat dibalik masalah sebenarnya.


3. Kenali 'level' lawan bicara anda, kenali kekuatan dan kelemahan yang anda dan dia miliki. Sifat-sifat dan karakternya.
Ini berguna untuk melindungi diri, mempersiapkan argumen dan mengarahkan pembicaraan agar tidak sampai memukul diri anda, hindari hal-hal yang bisa membuat perundingan dead lock sambil terus menerus menempatkan lawan bicara di posisi yang anda inginkan.


4. Untuk dapat terus menerus mengikuti perkembangan perundingan, sambil melakukan analisa anda harus selalu 'in control' terhadap pikiran anda, ie : tidak boleh emosional.
Boleh marah, boleh tersinggung (dan mengungkapkan ketersinggungan atau ketidak sukaan anda) tapi tidak boleh sampai kehilangan kontrol.
Artinya anda harus selalu bisa berbicara dengan dan memerintah pikiran anda.
Ayo sekarang marah (tegas), sekarang berhenti marah, sekarang mengasihani, sekarang empati, sekarang tersinggung, dst.... :).


5. Berbicara tanpa bisa terbantah. Membuat semua pihak mendengarkan anda dan tidak terus menerus bicara sendiri-sendiri (nggak ketemu satu sama lain).
Jika anda bisa menempatkan lawan diskusi di 'tempat' yang anda inginkan (dengan mengontrol emosi, dengan mengerti kepentingan dan sifat lawan diskusi dll) membuat lawan anda merasakan bahwa anda sudah mengerti kepentingan mereka, anda perlu menambahkan unsur argumentasi dan bukti untuk memperkuat posisi anda.
Dengan argumentasi yang terarah, bukti2 yang mendukung, semuanya membantu anda untuk menggiring lawan2 diskusi supaya tidak lari dari materi diskusi, tidak lari dari solusi yang anda inginkan.



Beberapa pedoman yang dapat anda pegang :
* Semua kesalahan harus ditempatkan di porsi yang seharusnya, karena tidak ada orang yang 100% benar atau 100% salah. (Semua pihak memiliki sisi benar dan memiliki sisi salah dengan porsi yang beragam).
Tidak ada yang boleh saling menyalahkan, fokus selalu dikembalikan pada solusi baik yang jangka pendek maupun jangka panjang (agar tidak terulang lagi), jangan sampai masuk ke scenario blaming other, pointing finger (saya tidak mau repot, orang lain yang harus melakukan pembenahan / mengalami semua kesulitannya), saya komentator saja.... dll.

* Satukan semua keinginan dan ide, kondisi2 dan keinginan yang tidak 'membumi' untuk melindungi diri sendiri ditegaskan untuk bisa dihapus.
Penting agar semua orang merasa kepentingannya sudah terakomodasi dalam keputusan akhir.
Usahakan semua orang terlibat.
Peran tiap orang dibagi sesuai dengan kapabilitas, wewenang dan tanggung jawabnya.
Jalan pikiran yang kurang proaktif, mengandalkan orang lain, kurang sering bertanya, banyak berasumsi dll dibenahi dan ditekankan untuk tidak diulangi.

* Jalan pikiran negatif, yang membuat perundingan mengarah pada deadlock, 'diperingatkan' untuk tidak diulangi karena tidak membawa pada solusi dan hanya untuk melindungi kepentingan diri sendiri saja.
Jika perlu konsep baru cara interaksi, budaya kerja, sistem reward punishment yang otomatic dan fair harus ditetapkan. Walaupun budaya demikian belum ada, biarlah lawan diskusi anda membayangkan dan mengamini kondisi yang ingin dicapai tersebut. Anda memberikan batasan moral dalam diskusi.



Kesimpulan : Untuk menghindari konflik, selesaikanlah konflik, be in charge ! Jadilah bagian dari solusi bersedialah menanggung tanggung jawab dan pada saat yang sama menagih komitment dari lawan diskusi anda. Hapus pikiran anda sedang berkonflik, tidak anda tidak berkonflik, anda sedang mencari solusi, niscaya lawan diskusi anda akan bisa merasakan keinginan anda ini....



+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-


Thursday, August 11, 2011

Possibility vs Probability.....

Sebelum saya menjelaskan maksud saya :), saya ingin bertanya apakah anda pernah bertemu dengan kondisi-kondisi atau pernyataan-pernyataan seperti ini :

* Sebenarnya buat apa sih sekolah tinggi-tinggi ? toh yang penting adalah bisa bekerja… Lihat saja itu Liem Sioe Liong (salah satu konglomerat Indonesia jaman Soeharto), cuman lulusan SD tapi bisa kaya raya. Saya punya temen yang sekolahnya cuman SMA tapi sekarang bekerja sebagai bla bla bla…. Sekarang sudah enak dibanding saya yang sekolahnya sampai S2.

* Saya kuatir jika aturan baru itu ditetapkan, maka saya akan terkena imbasnya ketika peristiwa A, B, C, D terjadi... (padahal contoh peristiwa2 yang disebutkan itu jarang sekali terjadi atau hanya sesekali saja terjadi, sangat kasuistis, sudah ter-solve dengan baik dst).

* Gua takut ikut diving, entar kalau ketemu ikan hiu bagaimana, entar kalau tiba-tiba ada tsunami gimana ?


Mind block dari pendapat seperti diatas adalah ketidak mampuan kita untuk membedakan 'Possibility' dan 'Probability'.

Dua kata dalam bahasa Inggris ini biasanya diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai : mungkin atau kemungkinan.
Terjemahan yang lebih akurat bagi saya adalah yang lazim dipakai dalam matematika : Probability diterjemahkan sebagai 'Peluang'.
Namun sayangnya kata-kata ini kurang lazim digunakan oleh kebanyakan orang. Peluang lebih berkonotasi 'kesempatan', 'chance' dari pada 'Probability'.

Perbedaan utama dari Possibility dan Probability adalah sebenarnya sebagai berikut :
Possibility, hanya memiliki 2 option, Possible or Not Possible, 1 atau 0. Sifatnya Discreet.
Probability memiliki option yang tidak terbatas, mulai dari Highly Probable, More Probable hingga Less Probable, Least Probable dll, bergerak antara 1 dan 0, continuum bukan discreet.

Bagaimana teman ? Apakah anda sekarang sudah mengerti maksud saya ? :).

Dalam mengambil keputusan, dalam berinvestasi (termasuk bersekolah, itu adalah investasi), kita berusaha mencari probability yang tertinggi untuk 'sukses', (kita berusaha meningkatkan probability kita untuk menjadi orang yang kaya dengan misalnya sekolah hingga S2).
Namun kita tidak akan pernah bisa menghilangkan possibility kegagalan.

Ketika kita merasa kuatir, yang menonjol dalam pikiran kita adalah possibility padahal seharusnya kita memperhitungkan juga probability nya.
Anda berani naik pesawat terbang (walaupun banyak berita kecelakaan pesawat terbang di koran) karena anda berpikir probability terjadinya kecelakaan pesawat terbang sangat rendah.
Coba check website ini : http://planecrashinfo.com/rates.htm

Salah satu pernyataan tentang probability kematian dalam kecelakaan pesawat :
(jika dihitung probability terjadi kecelakaan saya ada kekuatiran karena makna kata  'kecelakaan' dapat bermakna sangat luas, dari mulai pesawat tergelincir di landasan, hingga fatality crash).
"Aviation accidents are extremely rare, with the probability of a passenger being killed on a single flight at approximately eight million-to-one. If a passenger boarded a flight at random, once a day, everyday, it would statistically be over 21,000 years before he or she would be killed."

Namun jika anda berpikir possibility, maka dijamin anda tidak akan berani naik pesawat terbang, bahkan mungkin tidak berani keluar ke jalan raya, tidak berani jalan ke WC dll :).

Jika anda memiliki staff atau kolega yang selalu kuatir, selalu mempertimbangkan kemungkinan untuk gagal, jelaskan bahwa ia juga harus memperhitungkan probability atau peluang terjadinya kegagalan tersebut. Sehingga sebuah usulan yang briliant, suatu kesempatan yang menarik, suatu moment yang indah tidak sampai hilang atau rusak karena kekuatiran yang tidak pada tempatnya.

Orang yang tetap saja bertindak walaupun probability kegagalannya besar bisa kita sebut sebagai risk taker, atau over confidence, terlalu cepat mengambil keputusan dll (meskipun belum tentu demikian... :D ).

akhir kata :
Its life... know your strengths and weaknesses, calculate probability, analize possibility and make your decision !



with smile....

-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+

Wednesday, August 3, 2011

Berbagai macam 'Stop' dalam Diving : Safety Stop, Deep Stop.

Menyambung beberapa tulisan (atau lebih tepatnya rangkuman :) ) tentang dekompresi :
Sejarah Teori Dekompresi.
Perbedaan kecepatan naik.

Di thread ini saya ingin membuat rangkuman tentang Beberapa jenis 'Stop' yang dikenal di dunia diving sekaligus...


Mengapa 'Stop' diperlukan ?
Teori Dekompresi (Decompression Theory), dalam dunia diving selalu digunakan untuk menurunkan resiko DCS (Decompression Sickness) atau DCI (Decompression Illness) [used interchangeably].
DCS paling fatal bisa mengakibatkan kematian (Embolism, Lung Over Expansion), cacat permanen (bagian tubuh mati kaku, mati rasa), hingga paling ringan menyebabkan mual-mual, sakit kepala, pusing, merah-merah di dada / tangan dll.
'Stop' dibutuhkan untuk memberikan kesempatan bagi jaringan di dalam tubuh kita untuk mengalami dekompresi secara perlahan, agar Nitrogen dalam jaringan tubuh kita dapat dikeluarkan secara maksimal dan  aman. (lihat Sejarah Teori Dekompresi)

Dunia Diving diwakili oleh Institusi2 diving seperti PADI, SSI, ADSi, NAUI, DAN dll talah berusaha dengan keras mengurangi resiko DSC dengan menerapkan aturan dan procedure yang pada intinya adalah membuat penyelam melakukan dekompresi semaksimal dan seaman mungkin.

Berikut ini adalah daftar sekaligus penjelasan singkat tentang beberapa 'Stop', baik yang dianjurkan maupun yang diharuskan untuk mengurangi resiko terjadinya DCS.
Perlu selalu diingat bahwa kondisi fisik dan fisiologis tiap orang berbeda, sehingga kita perlu mengetahui dan mengukur kemampuan dan keterbatasan kita masing2, terlepas dari ada atau tidaknya aturan / procedure yang sudah ada.


1. (Recommended) Safety Stop

Jika kita berhenti selama 3-5 menit di kedalaman 3-6 meter (10-20ft), setiap kali selesai penyelaman, maka inilah yang dinamakan 'recommended' Safety Stop.

Betul, sesuai namanya, Safety Stop ini sifatnya adalah 'recommended' bukan 'mandatory'.
Anda boleh protest boleh gak suka :), tapi memang Safety Stop, namanya juga 'safety' stop diadakan untuk meningkatkan keamanan (safety) dan mengurangi resiko DCS.
Manufacture dive computer ternama seperti Suunto, Mares, Oceanic dll pun juga akan memposisikan Stop yang ini hanya sebagai rekomendasi saja, artinya tidak ada penalty yang anda terima jika tidak melakukan recommended SS ini.

Dasarnya sangat sederhana, semua Non Decompression Dive seharusnya tidak membutuhkan Stop di kedalaman tertentu untuk melakukan dekompresi. Asumsi yang dipakai adalah selama anda melakukan 'Non Decompression Dive' (tidak melakukan penyelaman dekompresi) dan mengikuti aturan kecepatan naik yang 9m/mnt (sekarang, atau dahulu 18m/mnt), anda sebenarnya tidak perlu berhenti di kedalam tertentu untuk melakukan dekompresi (mengeluarkan nitrogen dari tubuh anda).
Tubuh dianggap sudah mampu melepaskan semua Nitrogen dengan hanya melakukan ascend yang lambat, tanpa perlu stop di kedalaman tertentu.

Kalau kita tinjau lebih lanjut, alasan organisasi Diving int'l tidak menganjurkan (bahkan cenderung melarang) Debompression Diving adalah untuk mencegah 'keharusan' melakukan decompression stop.
Karena kondisi alam (up/down current, heavy surge, dll), emergency situation (missing buddy, accident, dll), teknik yang kurang memadai untuk hovering (new diver, blue water safety stop, dll) dapat membuat seorang diver tidak melakukan safety stop.


2. (Mandatory) Safety Stop

Mandatory SS sepanjang yang saya tahu hanya ada di RGBM calculation di Dive Comp Suunto saja.
RGBM memperkirakan adanya micro bubble sudah timbul jika anda melakukan paling tidak salah satu dari  2 attitude yang kurang baik selama diving dibawah ini :
a. Ascend lebih cepat dari 10m/mnt dalam waktu yang cukup lama. (ketika anda ascend dengan cepat, biasanya dive comp akan berbunyi 'beep' pendek untuk mengingatkan anda untuk slow down, jika anda terus ascend dengan cepat maka anda akan terkena mandatory SS).
b. Seringnya terjadi ascend lebih cepat dari 10m/mnt (Profile penyelaman).

Jika anda harus melakukan mandatory SS, maka anda akan berhenti di kedalaman 3-6 meter (10-20ft), selama waktu yang ditentukan oleh Dive Comp anda (tergantung sering dan lamanya 'pelanggaran' yang anda lakukan).
Jika anda melanggar mandatory SS ini, seperti yang tercantum di manual dive comp Suunto, anda akan diberi penalty sehingga No Deco Dive di dive berikutnya menjadi lebih singkat.
Artinya jika anda ingin mendapatkan No Deco Dive yang lebih lama, anda harus memperpanjang waktu Surface Interval anda....
make sense bukan ? kalau profile penyelaman gergaji, sering shoot up and down, maka istirahat lebih lama akan mengurangi resiko DCS :).

Saya hanya agak aneh dengan istilah 'mandatory' yang tenyata masih bisa di abaikan hahahaha...


3. Deep Stop

Sesuai dengan anjuran dari Paul Bert dan Haldane, bahwa untuk memastikan terjadi dekompresi yang sempurna, ketika ascend seorang penyelam perlu berhenti 1/2 jalan dari kedalaman maksimumnya.
Misalnya seorang penyelam masuk hingga kedalaman 30m, ketika ia mulai ascend, ia bisa naik dengan cepat (lihat topik : Perbedaan kecepatan naik) hingga mencapai 1/2 kedalaman maksimum (ie : 15m) kemudian (sesuai anjuran Paul Bert) berhenti 1 hingga 2 menit, dan kemudian melanjutkan ascend ke 7.5m dan kemudian berhenti lagi disana 1 hingga 2 menit, demikian seterusnya.

Jika anda menggunakan Suunto D series (D4, D6, D9) anda dapat mengaktifkan fungsi Deep Stop ini namun anda akan kehilangan count down (recommended) Safety Stop di 6-3m. Artinya jika Deep Stop aktif, anda terpaksa harus mengukur sendiri waktu safety stop anda karena Dive Comp anda tidak akan menghitungnya.

Deep Stop sifatnya adalah optional, sama seperti Safety Stop berfungsi mengurangi resiko DCS.

Bagi saya, konsep deep stop ini berfungsi sekali ketika melakukan deep dive (hence the name 'deep' stop came from...). Misalnya kita selesai deep dive ke 40m, kita bisa dengan cepat ascend ke kedalaman 20m (mengabaikan ascend speed yang 9m/mnt), berhenti di 20m selama 1-2 mnt (deep stop), yang jelas lebih kecil resiko DCS nya dibanding jika kita ascend lambat dari 40m....
Bisa juga menjadi alternatif, dalam situasi emergency, saya bisa naik dengan cepat ke 20m dan berhenti disitu daripada stay di 40m dan (misalnya terkena bahaya down current).



4. Decompression Stop

Ini adalah satu-satunya Stop yang sifatnya Mandatory / Obligatory yang dapat membuat Dive Comp anda ngambek kalau dicuekin. Jika stop yang satu ini diabaikan, dive comp akan mempenalty anda untuk tidak melakukan diving selama beberapa saat (biasanya 2 x 24 jam), dive comp biasanya hanya akan menjadi depth gauge dan dive watch saja, tidak mengindikasikan No Decompression time yang tersisa dll.

Jika anda melakukan Decompression Dive, anda akan diwajibkan untuk berhenti (stop) di kedalaman tertentu sesuai yang ditentukan oleh dive comp atau dive table anda, untuk melakukan dekompresi.
Jika anda menggunakan Dive comp, maka ia secara otomatis akan memberi tahu di kedalaman berapa dan berapa lama anda harus melakukan dekompresi.
Alternatively anda bisa juga menggunakan tabel dekompresi sebagai acuan pelaksanaan decompression stop (dengan atau tanpa dive comp).

Ini adalah satu-satunya Stop yang secara perhitungan diperlukan tubuh kita untuk mengeluarkan Nitrogen dari (terutama) 'slow tissues'. (lihat Sejarah Teori Dekompresi).
Decompression Dive artinya 'slow tissues' kita sudah mulai dipenuhi dengan Nitrogen, membutuhkan stop atau waktu yang lebih lama untuk mengeluarkannya agar kita tidak terkena DCS.


semoga berguna... :).

+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-