Search This Blog

Wednesday, August 14, 2013

"Keberanian" dan Diving....

Mumpung lagi kurang sibuk pasca liburan Idul Fitri 2013, saya jadi punya kesempatan menulis satu renungan tentang 'keberanian' or 'guts' dalam dunia diving...
Asal mulanya saya sedikit terhenyak pada istilah 'berani', diver pemberani, diver nekad, diver sableng, diver gila lah atau apa lah istilahnya, tapi intinya adalah pada kata 'berani'.

Timbul pertanyaan dalam diri saya, apa betul sih ada istilah diver 'pemberani' ?
Kemudian saya berpikir lagi, emangnya diver 'pemberani' itu kira kira yang seperti apa ?
Kemudian saya berpikir lagi, apakah keberanian dalam diving itu buruk ?


Lebih baik saya pakai diri sendiri dulu deh sebagai contoh :D.

Flash back pada jaman saya pertama kali mengenal diving, ketika belum mendapatkan sertifikat, ketika pertama kali ke Penida dengan log dibawah 15, ketika memberanikan diri dive ke Candi Dasa hanya berdua dengan DM (ketika kebanyakan teman diver tidak mau dive di Candi Dasa takut dengan Toilet Wash), ketika log dibawah 20 berangkat LOB ke Wakatobi, dengan log 40 masuk ke arus drift Blue Corner yang sedang 3-4 knot (berasa seperti superman terbang betulan...), ketika sudah boleh mensertifikasi kemudian memutuskan untuk melakukan test open water di Penida (SD Point), murid yang dibawa seorang perempuan lagi...

Apakah itu yang dikategorikan 'berani' ya ?



Saya flash back lagi, mengingat latihan saya dulu ketika berusaha mendapatkan sertifikat A1 Possi....
setiap minggu, sabtu pagi, 2 jam harus datang ke kolam kodikal di Perak, di kolam yang warna airnya gak pernah jernih alias buthek :p, malah ketika musim hujan airnya berwarna hijau !.
(ini menjadi kebanggan tersendiri buat saya, bahwa dengan kondisi seperti itu saya tidak mundur latihan diving...)
2 latihan pertama harus muntah muntah karena gak biasa renang 200m, gaya renang masih kacau beliau dan napas ngos ngosan terus ihihihihihi....

Kemudian latihan dengan regulator serasa senangg sekali... padahal gak ada BCD, hanya ada back pack, gak ada octo gak ada pressure gauge :p. Peralatan minim, program latihan sulit dan lama, tapi tetap saya jalanin dan akhirnya latihan di kolam menjadi satu kegemaran !

Kemudian setelah mendapatkan sertifikat Open Water (A1 Possi-CMAS) saya tetap rutin latihan di kolam 2x seminggu selama kurang lebih 1 tahun lamanya, walaupun seringkali tanpa tabung sama sekali, hanya renang, skin dive, renang, skin dive... terus begitu...
Akibatnya stamina dan kemahiran di air menjadi meningkat, ketika ujian Instructor, Water Trapen bisa 1jam, renang bisa 1km, malah 2 tahun lalu sempat nyoba renang nyebrangin selat Madura.
Buka BCD, pasang BCD di dalam air udah luwes, belajar segala macam teknik kicking dan propulsion, sampai helicopter turn pun dilatih berjam-jam di kolam....


Nah....
Dengan latihan dan persiapan yang sudah saya lakukan... apa track record diving saya boleh saya katakan 'berani' ya ??
Saya rasa kok jawabannya jelas : TIDAK !!!
Saya tidak merasa begitu dan 'keberanian' (atau kenekatan) yang dirasakan orang lain mungkin karena mereka tidak tau bahwa saya sudah berlatih dan mempersiapkan diri untuk melakukan hal hal yang 'berani' seperti diatas.


Kalau mengambil istilah teori management, mungkin memang saya bisa dikatakan sedikit Risk Taker, berani mengambil resiko, tetapi bukan seorang yang nekat dan tanpa rasa takut....
Saya memang merasa percaya diri, tapi karena saya merasa sudah serius berlatih, saya bisa mengukur kemampuan diri saya dan saya melakukan semua hal dalam batas lingkup teori, dan dalam pengawasan orang orang yang sudah lebih mahir di bidang nya....


Dalam dunia statistik, 'kepastian' diukur dengan probabilitas terjadinya error.
Orang Statistik tidak menggunakan istilah 'pasti' atau 'tidak pasti', mereka menggunakan istilah kemungkinan keberhasilan (atau kemungkinan kegagalan) sekian persen dengan margin error sekian persen.
Demikian juga batasan batasan dalam dunia diving (batasan kedalaman, batasan bottom time, batasan kecepatan ascend, batasan umur, batasan apapun...) juga berlandaskan teori statistik...
Artinya SELALU ada kemungkinan error, kegagalan, walaupun kemungkinan terjadinya sangat kecil.
Dan kita tau bahwa batasan dalam dunia diving memang semakin lama semakin diperketat (resiko diperkecil), ambil contoh saja No Fly Time.... Kalau kita menggunakan Tabel Buhlmann, maka No Fly time adalah 5jam dan setelah 8jam bubble dalam tubuh kita sudah dianggap bersih (kita sudah tidak punya PG (pressure Group) lagi).
Beberapa tahun lalu, PADI masih menggunakan 12 hours No Fly, yang kemudian menjadi 18hours untuk repetitive dive dan 12 hours for single dive. Kemudian sekarang menjadi strict 24hours no Fly single or repetitive....

Pertanyaannya sekarang, lho... apakah orang dulu yang menggunakan tabel Buhlmann bisa dikatakan 'salah' atau 'berani' atau tidak safe ??
Saya yakin ini hanya masalah statistik saja, masalah margin of error, masalah image dunia diving supaya tidak banyak diver yang mengalami DCS (Decompression Sickness), bahkan pusing / mual sekalipun, untuk image 'safe diving'....
Padahal ketahanan tubuh tiap orang berbeda, again... kalau kita mengerti tubuh kita, kita sudah lebih terlatih, apakah kita tidak boleh menggunakan batasan dari Buhlmann ?
Kambali lagi, apakah orang yang menggunakan batasan Buhlmann ini bisa dikatakan orang yang 'nekad' ? hanya karena ia tidak menggunakan aturan yang 'mutakhir' atau lebih safe ?


Masih banyak lagi contoh contoh perubahan batasan atau margin of error ini, kebetulan sudah saya baca dan saya masukkan file saya.
Ada masa masanya saya sangat haus ilmu diving sehingga mencari, mendown-load dan mengarsip jurnal dan penelitian dari para tokoh diving dunia...
Again... apakah setelah saya berani mengambil resiko karena 'tahu' teori nya, tau latar belakang permasalahannya, tetap saya boleh menyebut 'berani' atau bahkan 'nekad' ?




Di sisi lain......

memang Orang Indonesia suka nggak suka, seperti ciri orang orang di negara sedang berkembang lainnya, memang punya ciri khas 'nekad', orang Surabaya punya julukan 'Bonek' atau Bondo Nekad.
Kembali ke teori management, istilah 'Risk Taker' sebenarnya tidak tepat disematkan kepada kebanyakan orang orang seperti ini.....
Banyak orang 'nekad' tapi tanpa memperhitungkan resiko, betul betul bonek....
lakukan dulu, mikir nanti saja belakangan, ini betul betul nekad... yang seperti ini saya yakin resiko fatalities (kematian) nya akan tinggi....tapi nekad tidak sama dengan Risk Taker....
Semoga teman teman paham yang saya maksudkan....

Beda Risk Taker dengan Nekad adalah yang pertama memperhitungkan resiko, dan kemudian mungkin dengan persiapan dan latihan yang cukup berani mengambil resiko, istilah yang kedua memiliki arti tidak peduli atau tidak menghitung resiko pokoknya berani !
(Mungkin itu sebabnya olah raga Indonesia seringkali jago kandang ? :p, karena kalau main di negara sendiri, kampung sendiri, banyak yang nyorakin, bonek nya keluar... tindakan dilandasi impuls emosi semata, bukan skill, bukan perhitungan....
Kalau main di negara lawan, di kampung lain, gak ada yang nyorakin, bahkan banyak yang menteror, emosi labil, main jadi ngawur, grogi dll, kelihatan kalau memang skill dan latihannya tidak dipahami betul betul.....
Hehehehe... sorry ngelantur dikin...)


So Which diver are you ??

Setuju bahwa olah raga diving membutuhkan guts, membutuhkan kesukaan pada alam, adventure, kesukaan untuk akrab pada hal hal yang unpredictable...
In certain way, bisa dikatakan butuh 'keberanian' untuk diving.... Jika kita sangat Risk averter, kelihatannya akan sulit enjoy diving yang memang cukup banyak resiko... :D.
Tapi saya juga sudah bertemu beberapa orang yang risk averter, mereka pun bisa enjoy diving, tentu saja ada limit dimana mereka sudah tidak enjoy lagi (misalnya arus keras, ombak tinggi, dingin, gelap, keruh, dll) dan orang lain yang lebih adventurer, lebih risk taker masih bisa enjoy atau paling tidak, tidak merasa terganggu....


Tapi diver yang nekad diving tanpa sertifikasi, tanpa sertifikat yang mencukupi berani melatih teman temannya untuk memakai peralatan scuba, suka melakukan 'uji nyali' (touch down 100m, dive tanpa pressure gauge, tanpa referensi kedalaman dll, dsb....) tanpa persiapan, tanpa latihan, tanpa pengawalan....
(Hei... orang2 barat yang katanya sangat gemar safety juga gemar membuat record dunia lho !, rekor dunia free dive 104m, rekor dunia scuba dive 300m, cave dive 100m dst... mereka juga 'GILA', tapi mereka melakukan semuanya dengan latihan, dengan pengawasan dan lebih lagi DENGAN KESADARAN AKAN RESIKO YANG DIHADAPI).

Kemudian juga dive tanpa buddy, tanpa local guide, tanpa kapal yang terlatih untuk menjemput diver dll harusnya kita memberikan istilah Diver Ngawur untuk golongan ini, dan bukan 'Diver Berani'.
Melakukan sesuatu tanpa perhitungan resiko, tanpa latihan dan persiapan, dan juga just for the sake of adrenaline rush, saya kira tidak boleh dikatakan sebagai 'diver berani', diver yang demikian hanya akan memperburuk safety record penyelaman di Indonesia, plus menjadi contoh buruk bagi diver2 yang lebih junior atau calon-calon diver.


Agak tipis memang beda antara ngawur dan berani, tapi saya harus selalu positif thinking, bahwa kita tidak tahu seberapa banyak latihan dan persiapan yang sudah dilakukan seseorang, seberapa jauh ia sudah berpengalaman terhadap kondisi yang terasa 'menakutkan' buat kita.
Selama semuanya 'under control' ya sebenarnya yang berbeda cuman risk attitude kita terhadap suatu kondisi atau seseorang... :D.
(kita aja yang ngeper, kita aja yang kagum / heran, padahal orang yang melakukan merasa biasa biasa aja, nggak takut enggak merasa wow :p).


Semoga bermanfaat... :D




No comments:

Post a Comment

Glad if you could give me a feedback :), cheers matey..